BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Bioethanol
adalah ethanol yang bahan utamanya dari tumbuhan dan umumnya menggunakan proses
farmentasi. Ethanol atau ethyl alkohol C2H5OH berupa
cairan bening tak berwarna, terurai secara biologis (biodegradable),
toksisitas rendah dan tidak menimbulkan polusi udara yg besar bila
bocor.Ethanol yg terbakar menghasilkan karbondioksida (CO2) dan
air.Ethanol adalah bahan bakar beroktan tinggi dan dapat menggantikan timbal
sebagai peningkat nilai oktan dalam bensin. Dengan mencampur ethanol dengan
bensin, akan mengoksigenasi campuran bahan bakar sehingga dapat terbakar lebih
sempurna dan mengurangi emisi gas buang (seperti karbonmonoksida/CO).
Bioethanol
dapat dibuat dari singkong.Singkong (Manihot utilissima) sering juga disebut
sebagai ubi kayu atau ketela pohon, merupakan tanaman yang sangat populer di
seluruh dunia, khususnya di negara-negara tropis.Di Indonesia, singkong
memiliki arti ekonomi terpenting dibandingkan dengan jenis umbi-umbian yang
lain Selain itu kandungan pati dalam singkong yang tinggi sekitar 25-30% sangat
cocok untuk pembuatan energi alternatif.Dengan demikian, singkong adalah jenis
umbi-umbian daerah tropis yang merupakan sumber energi paling murah sedunia.
Potensi singkong di Indonesia cukup besar maka dipilihlah singkong sebagai
bahan baku utama.Melihat potensi tersebut peneliti melakukan percobaan
pembuatan bioethanol dari singkong secara farmentasi menggunakan ragi tape.
Digunakan ragi tape karena ragi tape sangat komersil dan mudah didapat.
Dengan
beberapa alasan diatas maka dipilihlah singkong sebagai bahan baku utama
pembuatan ethano
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1
Bagaimana Pembuatan Bioethanol di Bidang Kimia.
1.2.2
Mengapa Singkong dipilih sebagai Bahan Baku pembuatan Bioethanol.
1.2.3
Bagaimana Pengembangan Bioethanol di Indonesia.
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1
Mengetahui Bagaimana Pembuatan Bioethanol di Bidang Kimia.
1.3.2
Mengetahui Alasan Mengapa Singkong dipilih sebagai Bahan Baku pembuatan Bioethanol.
1.3.3
Mengetahui Cara mengembangkan Bioethanol di Indonesia.
1.4 Metode Penelitian
Dalam
menyelesaikan karya ilmiah ini penulis sepenuhnya mencari materi dari
beberapa sumber seperti buku,artikel,internet ,dll sehingga metode penelitian
yang digunakan yaitu metode pustaka.
BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Bioethanol
Bioethanol
adalah etanol yang diproduksi dengan cara fermentasi menggunakan bahan baku
nabati.Ethanol atau etil alkohol C2H5OH, merupakan cairan
yang tidak berwarna, larut dalam air, eter, aseton, benzene, dan semua pelarut
organik, serta memiliki bau khas alkohol. Salah satu pembuatan ethanol yang
paling terkenal adalah fermentasi.Bioethanol dapat diperoleh salah satunya
dengan cara memfermentasi singkong.
2.2 Manfaat Bioethanol
Manfaat
Bioethanol sendiri dalam kehidupan sehari-hari adalah sebagai bahan bakar
altenatif yang ramah lingkungan karena memiliki bilangan oktan yang cukup
tinggi,selain itu bioethanol juga dijadikan sebagai bahan baku
beralkohol.Adapaun manfaat bioethanol secara lengkap adalah sbb :
- Sebagai bahan bakar kendaraan
- Sebagai bahan dasar minuman
beralkohol
- Sebagai bahan bakar Direct-ethanol
fuel cells
(DEFC)
- Sebagai bahan bakar roket
- Sebagai bahan kimia dasar
senyawa organik
- Sebagai antiseptik
- Sebagai antidote beberapa racun
- Sebagai pelarut untuk parfum,
cat dan larutan obat
2.3 Rumus Kimia Bioethanol
Bioethanol
sering ditulis dengan rumus EtOH. Rumus molekul etanol adalah C2H5OH atau rumus
empiris C2H6O atau rumus bangunnya CH3-CH2-OH. (Bio)Etanol merupakan bagian
dari kelompok metil (CH3-) yang terangkai pada kelompok metilen (-CH2-) dan
terangkai dengan kelompok hidroksil (-OH). Secara
umum akronim dari (Bio)Etanol adalah EtOH (Ethyl-(OH)).Bioethanol tidak
berwarna dan tidak berasa tapi memilki bau yang khas. Bahan ini dapat
memabukkan jika dimiBnum. Karena sifatnya yang tidak beracun bahan ini banyak
dipakai sebagai pelarut dalam dunia farmasi dan industri makanan dan minuman
2.4 Sejarah Bioethanol
Michael Faraday
membuat etanol dengan menggunakan hidrasi katalis asam pada etilen pada tahun
1982 yang digunakan pada proses produksi etanol sintetis hingga saat ini.Pada
tahun 1840 etanol menjadi bahan bakar lampu di Amerika Serikat, pada tahun
1880-an Henry Ford membuat mobil quadrycycle dan sejak tahun 1908 mobil Ford
model T telah dapat menggunakan (bio)etanol sebagai bahan bakarnya.Namun pada
tahun 1920an bahan bakar dari petroleum yang harganya lebih murah telah menjadi
dominan menyebabkan etanol kurang mendapatkan perhatian.Akhir-akhir ini, dengan
meningkatnya harga minyak bumi, bioetanol kembali mendapatkan perhatian dan
telah menjadi alternatif energi yang terus dikembangkan.
2.5 Pengertian Singkong Sebagai Bahan Baku Bioethanol
Singkong, yang juga dikenal sebagai ketela pohon atau ubi kayu, adalah pohon tahunan tropika dan subtropika dari keluarga Euphorbiaceae.Umbinya dikenal luas sebagai makanan pokok penghasil karbohidrat dan daunnya sebagai sayura. Memiliki nama latin manihot
utilissima. Merupakan umbi atau akar pohon yang panjang dengan fisik
rata-rata bergaris tengah 2-3 cm dan panjang 50-80 cm, tergantung dari jenis
singkong yang ditanam.Daging umbinya berwarna putih atau kekuning-kuningan.Umbi
singkong tidak tahan simpan meskipun ditempatkan di lemari pendingin. Gejala
kerusakan ditandai dengan keluarnya warna biru gelap akibat terbentuknya asam sianida
yang bersifat racun bagi manusia.Umbi singkong
merupakan sumber energi
yang kaya karbohidrat namun sangat miskin protein. Sumber protein yang bagus justru terdapat pada
daun singkong karena mengandung asam aminometionin.
2.6 Sejarah Singkong
Jenis singkong Manihot
esculenta pertama kali dikenal di Amerika Selatan kemudian dikembangkan pada masa
pra-sejarah di Brasil dan Paraguay.Bentuk-bentuk modern dari spesies
yang telah dibudidayakan dapat ditemukan bertumbuh liar di Brasil
selatan.Meskipun spesies Manihot yang liar ada banyak, semua varitas M.
esculenta dapat dibudidayakan.
Produksi
singkong dunia diperkirakan mencapai 184 juta ton pada tahun 2002. Sebagian
besar produksi dihasilkan di Afrika 99,1 juta ton dan 33,2 juta ton di Amerika Latin dan Kepulauan Karibia.Singkong ditanam secara komersial
di wilayah Indonesia (waktu itu Hindia Belanda) pada sekitar tahun 1810, setelah
sebelumnya diperkenalkan orang Portugis pada abad ke-16 ke Nusantara dari Brasil.
2.7 Kadar Gizi Singkong
Kandungan gizi
singkong per 100 gram meliputi:
- Kalori 121 kal
- Air 62,50 gram
- Fosfor 40,00 gram
- Karbohidrat 34,00 gram
- Kalsium 33,00 miligram
- Vitamin C 30,00 miligram
- Protein 1,20 gram
- Besi 0,70 miligram
- Lemak 0,30 gram
- Vitamin B1 0,01 miligram
2.8 Pengertian Fermentasi
Fermentasi adalah proses
produksi energi dalam sel dalam keadaan anaerobik (tanpa oksigen). Secara umum, fermentasi adalah
salah satu bentuk respirasi anaerobik, akan tetapi, terdapat definisi
yang lebih jelas yang mendefinisikan fermentasi sebagai respirasi dalam lingkungan anaerobik dengan
tanpa akseptor elektron eksternal.Gula adalah bahan yang umum dalam
fermentasi.Beberapa contoh hasil fermentasi adalah etanol, asam
laktat, dan hidrogen. Akan tetapi beberapa komponen lain
dapat juga dihasilkan dari fermentasi seperti asam butirat
dan aseton. Ragi
dikenal sebagai bahan yang umum digunakan dalam fermentasi untuk menghasilkan etanol dalam bir, anggur
dan minuman beralkohol lainnya.Respirasi anaerobik dalam ototmamalia selama kerja yang keras (yang tidak
memiliki akseptor elektron eksternal), dapat dikategorikan sebagai bentuk
fermentasi yang mengasilkan asam laktat sebagai produk sampingannya.Akumulasi
asam laktat inilah yang berperan dalam menyebabkan rasa kelelahan pada
otot.Reaksi dalam fermentasi berbeda-beda tergantung pada jenis gula yang
digunakan dan produk yang dihasilkan. Secara singkat, glukosa (C6H12O6)
yang merupakan gula paling sederhana , melalui fermentasi akan menghasilkan etanol (2C2H5OH). Reaksi fermentasi ini
dilakukan oleh ragi, dan digunakan pada produksi makanan.
Persamaan Reaksi Kimia
C6H12O6
→ 2C2H5OH + 2CO2 + 2 ATP (Energi yang
dilepaskan:118 kJ per mol)
Dijabarkan sebagai
Jalur biokimia
yang terjadi, sebenarnya bervariasi tergantung jenis gula yang terlibat, tetapi
umumnya melibatkan jalur glikolisis, yang merupakan bagian dari tahap
awal respirasi aerobik
pada sebagian besar organisme. Jalur terakhir akan bervariasi tergantung produk
akhir yang dihasilkan.
2.9 Sejarah Fermentasi
Ahli Kimia Perancis, Louis Pasteur adalah seorang zymologist
pertama ketika di tahun 1857 mengkaitkan ragi dengan fermentasi. Ia
mendefinisikan fermentasi sebagai “respirasi (pernapasan) tanpa udara”.
Pasteur
melakukan penelitian secara hati-hati dan menyimpulkan, “Saya berpendapat
bahwa fermentasi alkohol tidak terjadi tanpa adanya organisasi, pertumbuhan dan
multiplikasi sel-sel secara simultan….. Jika ditanya, bagaimana proses kimia
hingga mengakibatkan dekomposisi dari gula tersebut… Saya benar-benar tidak
tahu”.
Ahli kimia Jerman, Eduard Buchner, pemenang Nobel Kimia tahun 1907, berhasil menjelaskan bahwa fermentasi
sebenarnya diakibatkan oleh sekeresi dari ragi yang ia sebut sebagai zymase.
Penelitian yang
dilakukan ilmuan Carlsberg (sebuah perusahaan bir)
di Denmark semakin meningkatkan pengetahuan
tentang ragi dan brewing (cara pembuatan bir). Ilmuan Carlsberg tersebut
dianggap sebagai pendorong dari berkembangnya biologi molekular.
Fermentasi ada
tiga, yaitu :
1. Fermentasi
alkohol
Fermentasi
alkohol merupakan suatu reaksi pengubahan glukosa menjadi etanol (etil alkohol)
dan karbondioksida.Organisme yang berperan yaitu Saccharomyces cerevisiae
(ragi) untuk pembuatan tape, roti atau minuman keras. Reaksi Kimia:
C6H12O6 →
2C2H5OH + 2CO2 + 2 ATP
2. Fermentasi
asam laktat
Fermentasi asam
laktat adalah respirasi yang terjadi pada sel hewan atau manusia, ketika
kebutuhan oksigen tidak tercukupi akibat bekerja terlalu berat
Di dalam sel
otot asam laktat dapat menyebabkan gejala kram dan kelelahan.Laktat yang
terakumulasi sebagai produk limbah dapat menyebabkan otot letih dan nyeri,
namun secara perlahan diangkut oleh darah ke hati untuk diubah kembali menjadi
piruvat.
3 Fermentasi
asam cuka
Merupakan suatu
contoh fermentasi yang berlangsung dalam keadaan aerob.fermentasi ini dilakukan
oleh bakteri asam cuka (acetobacter aceti) dengan substrat etanol. Energi yang
dihasilkan 5 kali lebih besar dari energi yang dihasilkan oleh fermentasi
alkohol secara anaerob.
BAB III PEMBAHASAN
3.1 Mengapa Singkong di Pilih Sebagai Bahan Baku Pembuatan Bioethanol
Salah satu
energi alternatif yang menjanjikan adalah bioetanol. Bioethanol adalah ethanol
yang bahan utamanya dari tumbuhan dan umumnya menggunakan proses farmentasi.
Ethanol atau ethyl alkohol C2H5OH berupa cairan bening
tak berwarna, terurai secara biologis (biodegradable), toksisitas rendah
dan tidak menimbulkan polusi udara yg besar bila bocor.Ethanol yg terbakar
menghasilkan karbondioksida (CO2) dan air.Ethanol adalah bahan bakar
beroktan tinggi dan dapat menggantikan timbal sebagai peningkat nilai oktan
dalam bensin. Dengan mencampur ethanol dengan bensin, akan mengoksigenasi
campuran bahan bakar sehingga dapat terbakar lebih sempurna dan mengurangi
emisi gas buang (seperti karbonmonoksida/CO).
Bioethanol
dapat dibuat dari singkong.Singkong (Manihot utilissima) sering juga disebut
sebagai ubi kayu atau ketela pohon, merupakan tanaman yang sangat populer di
seluruh dunia, khususnya di negara-negara tropis.Di Indonesia, singkong
memiliki arti ekonomi terpenting dibandingkan dengan jenis umbi-umbian yang
lain Selain itu kandungan pati dalam singkong yang tinggi sekitar 25-30% sangat
cocok untuk pembuatan energi alternatif.Dengan demikian, singkong adalah jenis
umbi-umbian daerah tropis yang merupakan sumber energi paling murah sedunia.
Potensi singkong di Indonesia cukup besar maka dipilihlah singkong sebagai
bahan baku utama.
Melihat potensi
tersebut peneliti melakukan percobaan pembuatan bioethanol dari singkong secara
farmentasi menggunakan ragi tape. Digunakan ragi tape karena ragi tape sangat
komersil dan mudah didapat.
Jasad renik
yang terisolasi oleh para ilmuwan dari berbagai ragi tape merek-merek dari
tempat-tempat yang berbeda dan pasar-pasar di Indonesia adalah suatu kombinasi
Amylomyces rouxii, Rhizopus oryzae, Endomycopsis burtonii, Mucor sp., Candida
utilis, Saccharomycopsis fibuligera, Sacharomyces cerevisiae, dan beberapa
bakteri ediococcus sp., Baksil sp (Gandjar et. al., 1983; Gandjar &Evrard,
2002; Saono et. al., 1974; Saono et. al., 1982; Basuki l985; Steinkraus, 1996).
Peneliti-peneliti di dalam Negara Pilipina, Malaysia, Thailand, Vietnam
menemukan juga jenis yang berasal dari pribumi sama dari jasad renik di dalam
inokulum mereka.
Singkong karet
merupakan salah satu jenis singkong pohon yang mengandung senyawa beracun,
yaitu asam sianida (HCN), sehingga tidak diperdagangkan dan kurang dimanfaatkan
oleh masyarakat (Anonim, 2006). Singkong karet (singkong gajah) kurang
dimanfaatkan secara maksimal oleh masyarakat karena beracun, oleh karena itu
sangat tepat sekali bila singkong jenis ini digunakan sebagai bahan baku
bioetanol. Penelitian Sriyanti (2003), menunjukkan bahwa dari tiga varietas
singkong yakni varietas randu, mentega dan menthik ternyata kadar gula dan
alkohol tertinggi terdapat pada varietas mentega yakni sebesar 11,8% mg untuk
kadar gula, dan 2,94% mg untuk kadar alkohol. Menurut Sugiarti (2007) dalam
Setyaningsih (2008), bahwa kandungan alkohol ubi kayu varietas randu yakni
sebesar 51%. Menurut Ludfi (2006) dalam Setyaningsih (2008), setelah dilakukan
pengujian terhadap kadar alcohol pada hasil fermentasi ampas umbi singkong
karet, maka hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar alkohol terendah adalah
11,70% pada waktu fermentasi 9 hari dan dosis ragi 2 gr. Sedangkan kadar alkohol
tertinggi adalah 41,67% pada waktu fermentasi 15 hari dan dosis ragi 8 gr.
Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah melakukan uji coba pengembangan energi
alternatif bioetanol dari bahan dasar singkong. Untuk menghasilkan bioetanol
sekitar satu liter dibutuhkan sedikitnya 6,5 kilogram singkong. Bioetanol yang
dihasilkan nantinya bisa untuk oktan 40% atau seperti minyak tanah, 70% seperti
premium bahkan 90% seperti Pertamax.
Biaya produksi
untuk satu liternya sekitar Rp3.000 jadi kalau dijual Rp4.000 atau Rp5.000
tetap lebih murah dari premium.
Produksi
ethanol/bio-ethanol (alkohol) dengan bahan baku tanaman yang mengandung pati
atau karbohydrat, dilakukan melalui proses konversi karbohidrat menjadi gula
(glukosa) larut air. Konversi bahan baku tanaman yang mengandung pati atau
karbohydrat dan tetes menjadi bio-ethanol.
3.2 Cara Pembuatan Bioethanol
Singkong diolah
menjadi bioetanol, pengganti premium. Menurut Dr Ir Tatang H Soerawidjaja, dari
Teknik Kimia Institut Teknologi Bandung (ITB), singkong salah satu sumber pati.
Pati senyawa karbohidrat kompleks.Sebelum difermentasi, pati diubah menjadi
glukosa, karbohidrat yang lebih sederhana.Untuk mengurai pati, perlu bantuan
cendawan Aspergillus sp. Cendawan itu menghasilkan enzim alfamilasedan gliikoamilase yang berperan
mengurai pati menjadi glukosa alias gula sederhana.Setelah menjadi gula, bam
difermentasi menjadi etanol.
Lalu bagaimana cara mengolah singkong menjadi etanol? Berikut Langkah-langkah
pembuatan bioetanol berbahan singkong yang dilerapkan Tatang H
Soerawidjaja.Pengolahan berikut ini berkapasitas 10 liter per hari.
- Kupas 125 kg singkong segar,
semua jenis dapal dimanfaatkan. Bersihkan dan cacah berukuran kecil-kecil.
- Keringkan singkong yang telah
dicacah hingga kadar air maksimal 16%. Persis singkong yang dikeringkan
menjadi gaplek. Tujuannya agar lebih awet sehingga produsen dapat
menyimpan sebagai cadangan bahan baku
- Masukkan 25 kg gaplek ke dalam
tangki stainless si eel berkapasitas 120 liter, lalu tambahkan air hingga
mencapai volume 100 liter. Panaskan gaplek hingga 100″C selama 0,5 jam.
Aduk rebusan gaplek sampai menjadi bubur dan mengental.
- Dinginkan bubur gaplek, lalu
masukkan ke dalam langki sakarifikasi. Sakarifikasi adalah proses
penguraian pati menjadi glukosa. Setelah dingin, masukkan cendawan
Aspergillus yang akan memecah pati menjadi glukosa. Untuk menguraikan 100
liter bubur pati singkong. perlu 10 liter larutan cendawan Aspergillus
atau 10% dari total bubur. Konsentrasi cendawan mencapai 100-juta sel/ml.
Sebclum digunakan, Aspergilhis dikuhurkan pada bubur gaplek yang telah
dimasak tadi agar adaptif dengan sifat kimia bubur gaplek. Cendawan berkembang
biak dan bekerja mengurai pati
- Dua jam kemudian, bubur gaplek
berubah menjadi 2 lapisan: air dan endapan gula. Aduk kembali pati yang
sudah menjadi gula itu, lalu masukkan ke dalam tangki fermentasi. Namun,
sebelum difermentasi pastikan kadar gula larutan pati maksimal 17—18%. Itu
adalah kadar gula maksimum yang disukai bakteri Saccharomyces unluk hidup
dan bekerja mengurai gula menjadi alkohol. Jika kadar gula lebth tinggi,
tambahkan air hingga mencapai kadar yang diinginkan. Bila sebaliknya,
tambahkan larutan gula pasir agar mencapai kadar gula maksimum.
- Tutup rapat tangki fermentasi
untuk mencegah kontaminasi dan Saccharomyces bekerja mengurai glukosa
lebih optimal. Fermentasi berlangsung anaerob alias tidak membutuhkan
oksigen. Agar fermentasi optimal, jaga suhu pada 28—32″C dan pH 4,5—5,5.
- Setelah 2—3 hari, larutan pati
berubah menjadi 3 lapisan. Lapisan terbawah berupa endapan protein. Di
atasnya air, dan etanol. Hasil fermentasi itu disebut bir yang mengandung
6—12% etanol
- Sedot larutan etanol dengan
selang plastik melalui kertas saring berukuran 1 mikron untuk menyaring
endapan protein.
- Meski telah disaring, etanol
masih bercampurair. Untuk memisahkannya, lakukan destilasi atau
penyulingan. Panaskan campuran air dan etanol pada suhu 78″C atau setara
titik didih etanol. Pada suhu itu etanol lebih dulu menguap ketimbang air
yang bertitik didih 100°C. Uap etanol dialirkan melalui pipa yang terendam
air sehingga terkondensasi dan kembali menjadi etanol cair.
- Hasil penyulingan berupa 95%
etanol dan tidak dapat larut dalam bensin. Agar larul, diperlukan etanol
berkadar 99% atau disebut etanol kering. Oleh sebab itu, perlu destilasi
absorbent. Etanol 95% itu dipanaskan 100″C. Pada suhu ilu, etanol dan air
menguap. Uap keduanya kemudian dilewatkan ke dalam pipa yang dindingnya
berlapis zeolit atau pati. Zeolit akan menyerap kadar air tersisa hingga
diperoleh etanol 99% yang siap dieampur denganbensin. Sepuluh liter etanol
99%, membutuhkan 120— 130 lifer bir yang dihasilkan dari 25 kg gaplek.
3.3 Pengembangan Bioethanol di Indonesia
Sejak tahun
1986 pabrik ethanol BPPT di Lampung mengubah bahanbakunya dari ubi jalar dan
ubi kayu dengan Mollase atau tetes. Di Indonesia pada saat ini ethanol di
produksi dari tetes untuk keperluanbahan farmasi oleh PTPN XI, PG Rajawali II,
Molindo Raya Industrial, IndoLampung Distilerry, Indo Acidatama, Aneka Kimia
Nusantara, dll. Pemerintah Indonesia, telah melakukan antisipasi,Salah satu
wujudnya, yaitu terbitnya Instruksi Presiden No. 1 tahun 2006 tentang penyediaan
dan pemanfaatan bahan bakar nabati (biofuel) sebagai bahan bakar. Melaui Inpres
itu, Presiden menginstruksikan 13 Menteri, Gubernur dan Bupati/Walikota untuk
mengambil langkah-langkah percepatan dan pemanfaatan biofuel.
Adapaun
Hambatan-hambatan dalam pengembangan bioethanol di Indonesia antara lain :
- Rencana pengembangan lahan
untuk tanaman penghasil bahan baku bioethanolyang dibuat oleh Departemen
Pertanian dan Departemen Kehutanan belum terkait langsung dengan rencana
pengembangan bioethanol di sektor energi.
- Rencana Pemerintah dalam
pengembangan energi dan instrumen kebijakan yang diperlukan dalam
pengembangan bio-ethanol belum terkait langsung dengan rencana dari para
pihak pelaku bisnis bio-ethanol dan pengelola lahan pertanian yang sangat
luas untuk menghasilkan bahan baku; dan
- Ketidakpastian resiko investasi
dalam komersialisasi pengembangan bioethanol dan belum terbentuknya rantai
tata niaga bio-ethanol.
Upaya dalam
pengembangan Bioethanol di Indonesia diantaranya sbb :
- Menyusun agenda bersama untuk
mendapatkan konsensus terhadap program yang komprehensif dan terpadu agar
supaya memberikan hasil yang konkret dan maksimal, antara lain melalui
penetapan sasaran dan upaya pencapaiannya untuk produksi, distribusi dan
pemakaian bio-ethanol serta penjabaran agenda dan program implementasi
yang konkret.
- Melakukan inventarisasi dan
evaluasi secara rinci berbagai peluang dan tantangan untuk investasi
bio-ethanol, khususnya berbagai insentif yang diperlukan .
- Membangun rantai tata niaga
bio-ethanol secara bertahap yang difasilitasi oleh Pemerintah .
- Menyatukan semua rencana
pengembangan bio-ethanol dari berbagai pihak terkait dalam suatu
”Blueprint Pengembangan Bio-fuel” yang dapat dijadikan pegangan
bagi para stakeholder.
Manfaat dari
Bioethanol di Indonesia :
- Mengurangi efek rumah kaca.
- Bebas zat berbahaya seperti Co,
Nox dan UHC
- Diversifikasi Energi
- Menciptakan Teknologi berwawasa
Mengurangi kebutuhan BBM, khususnya Premium.n Lingkungan.
PENGETAHUAN SEPUTAR
BIO - ETANOL
Bio-etanol
merupakan salah satu jenis biofuel (bahan bakar cair dari pengolahan tumbuhan)
di samping Biodiesel. Bio-etanol adalah etanol yang dihasilkan dari fermentasi
glukosa (gula) yang dilanjutkan dengan proses destilasi. Proses destilasi dapat
menghasilkan etanol dengan kadar 95% volume, untuk digunakan sebagai bahan
bakar (biofuel) perlu lebih dimurnikan lagi hingga mencapai 99% yang lazim
disebut fuel grade ethanol (FGE). Proses pemurnian dengan prinsip dehidrasi
umumnya dilakukan dengan metode Molecular Sieve, untuk memisahkan air dari senyawa
etanol.
Bahan baku bio-etanol yang dapat digunakan antara lain ubi kayu, tebu, sagu,
jagung dll.
Negara-negara
maju telah mengembangkan energi alternatif yang dapat menggantikan peranan
minyak bumi dan sumber bahan alam (terutama galian) yang berfungsi sebagai
bahan bakar. Cadangan minyak bumi yang semakin menipis karena peningkatan
kebutuhan serta jumlah penduduk dunia yang bombastis (China saja jumlah
penduduknya sudah 1 milyar…) adalah faktor pendorong giatnya ilmuwan dalam
mencari sumber energi baru yang dapat diperbaharui, murah dan aman bagi
lingkungan (terutama yang berasal dari nabati).
Beberapa bahan
bakar alternatif yang popular adalah biodiesel, biogas, biofuel, hydrogen dan
energi nuklir. Biofuel adalah salah satu turunan dari biomassa. Biofuel
merupakan bahan bakar yang berasal dari tumbuhan atau hewan, biasanya dari
pertanian, sisa padatan juga hasil hutan.
Coba kita lihat biofuel, khususnya etanol. Melalui proses sakarifikasi
(pemecahan gula komplek menjadi gula sederhana), fermentasi, dan distilasi,
tanaman-tanaman seperti Jagung, Tebu dan Singkong dapat dikonversi menjadi
bahan bakar.
Alkohol
merupakan bahan kimia yang diproduksi dari bahan baku tanaman yang mengandung
pati seperti ubi kayu, ubi jalar, jagung, dan sagu biasanya disebut dengan
bioethanol. Ubi kayu, ubi jalar, dan jagung merupakan tanaman pangan yang biasa
ditanam rakyat hampir di seluruh wilayah Indonesia, sehingga jenis tanaman
tersebut merupakan tanaman yang potensial untuk dipertimbangkan sebagai sumber
bahan baku pembuatan bioethanol atau gasohol. Namun dari semua jenis tanaman
tersebut, ubi kayu merupakan tanaman yang setiap hektarnya paling tinggi dapat
memproduksi ethanol. Selain itu pertimbangan pemakaian ubi kayu sebagai bahan
baku proses produksi bio-ethanol juga didasarkan pada pertimbangan ekonomi.
Pertimbangan keekonomian pengadaan bahan baku tersebut bukan saja meliputi
harga produksi tanaman sebagai bahan baku, tetapi juga meliputi biaya
pengelolaan tanaman, biaya produksi pengadaan bahan baku, dan biaya bahan baku
untuk memproduksi setiap liter ethanol / bio-ethanol. Secara umum ethanol /
bio-ethanol dapat digunakan sebagai bahan baku industri turunan alkohol,
campuran untuk miras, bahan dasar industri farmasi, campuran bahan bakar untuk
kendaraan. Mengingat pemanfaatan ethanol/bio-ethanol beraneka ragam, sehingga
grade ethanol yang dimanfaatkan harus berbeda sesuai dengan penggunaannya.
Untuk ethanol/bio-ethanol yang mempunyai grade 90-96,5% vol dapat digunakan
pada industri, sedangkan ethanol / bio ethanol yang mempunyai grade 96-99,5%
vol dapat digunakan sebagai campuran untuk miras dan bahan dasar industri
farmasi. Berlainan dengan besarnya grade ethanol/bio-
ethanol yang dimanfaatkan sebagai campuran bahan bakar untuk kendaraan yang
harus betul-betul kering dan anhydrous supaya tidak korosif, sehingga
ethanol/bio-ethanol harus mempunyai grade sebesar 99,5-100% vol. Perbedaan
besarnya grade akan berpengaruh terhadap proses konversi karbohidrat menjadi
gula (glukosa) larut air. Mengacu dari penjelasan tersebut, disusunlah makalah
yang berjudul “Teknologi Proses Produksi Bio-Ethanol”
Industri Etano
l/ Bioetanol mempunyai prospek yang sangat bagus di Indonesia, karena kebutuhan
etanol di Indonesia terus mengalami peningkatan. Hal ini tidak diimbangi dengan
kapasitas produksi industri etanol di Indonesia, yang hanya berjumlah sekitar
14 industri.
Dalam perkembangannya industri etanol diarahkan untuk diversifikasi penggunaan
produk untuk bahan bakar biofuel, Mobil yang memakai bahan bakar Ethanolyang
merupakan salah satu bahan bakar yang dapat diperbaharui, karena bahan bakunya
dapat diperbaharui, misal : tetes tebu/molase, singkong, sorgum dll.
Bahan bakar
minyak adalah urat nadi kehidupan--seperti darah yang mengalirkan oksigen ke
dalam tubuh. Kehidupan bisa macet tanpa bahan bakar. Sayang, cadangannya yang
menipis, biaya eksplorasi yang kian mahal, serta dampak lingkungan dan
geopolitik di negara produsen minyak yang selalu memanas membuat era BBM murah
berakhir. Ini merupakan kabar buruk bagi Indonesia sebagai negara nett
importer.
Krisis energi dunia pada paruh kedua tahun ini yang tergolong parah dan melanda
seluruh negara di dunia telah membangkitkan keyakinan bahwa bioenergi merupakan
alternatif pemecahan hal tersebut. Sementara harga minyak bumi yang melambung
belakangan ini dengan sendirinya membangkitkan insentif ekonomi bagi
pengembangan bionergi sebagai alternatif lain dari fosil energi yang kian mahal
dan langka. Insentif itu juga timbul karena semakin besarnya perhatian
negara-negara dunia pada persoalan lingkungan hidup akibat pencemaran yang kian
parah, yang timbul dari emisi gas buang penggunaan fosil energi. Keunggulan
bionergi yang utama adalah renewable dan dampak penggunaannnya terhadap
lingkungan hidup jauh lebih ramah dari penggunaan fosil energi selama ini.
Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang menghadapi persoalan energi
yang serius akibat ketergantungan yang sangat besar terhadap energi fosil,
sementara pengembangan bioenergi sebagai alternatif masih kurang mendapat
perhatian. Sesungguhnya potensi Indonesia untuk mengembangkan bioenergi relatif
besar, baik bioetanol maupun biodisel.
Salah satu potensi yang relatif besar adalah pengembangan bioetanol berbahan
baku tebu. Dengan asumsi 80 liter bioetanol dapat dihasilkan dari 1 ton tebu
(data teknis di Brazil) dan produktivitas tebu rata-rata 80 ton per ha, maka
dari setiap ha lahan tebu dapat dihasilkan 6.400 liter etanol. Apabila etanol
dari tebu dapat mensubstitusi 10% dari kebutuhan gasoline pada tahun 2010 (33,4
milyar liter), maka target tersebut bisa dicapai dengan pengembangan areal tebu
seluas 522 ribu ha. Dengan target subsitusi tersebut, jumlah gasoline yang
dapat disubstitusi sebesar 3.34 milyar liter atau lebih dari Rp 15 triliun.
Data survey menunjukkan ketersediaan lahan di luar Jawa yang sesuai untuk tebu
terdapat sekitar 750 ribu ha, disamping potensi arael existing industry seluas
420 ribu ha (areal tebu Indonesia tahun 1993/1994)
Etanol yang berasal dari tebu dalam beberapa hal lebih prospektif dibanding
tanaman lain. Data Lamlet (Latin America Thematic Network on Bioenergy)
menunjukkan biaya produksi etanol paling murah. Untuk setiap m3 etanol yang
dihasilkan dari tebu diperlukan biaya $160. Bandingkan dengan sumber lain. Dari
jagung, misalnya, untuk jumlah yang sama perlu $ 250-420, dari gandum $ 380-
480, dari kentang $ 800-900, dari singkong $ 700, dan dari gula bit $300-400.
Produksi etanol asal tebu butuh energi relatif sedikit. Rasio output/input
energi etanol dari tebu sekitar 2,5.9,0. Sementara dari jagung 1,3, sorgum
manis Etanol dari Tebu . Aris Toharisman (P3GI Pasuruan) 3 2,5-5,0, dan gula
bit 1,76. Selain itu, reduksi emisi CO2 dalam hal pemakaian etanol asal tebu
sebagai substitusi premium mencapai 50-90%. Untuk etanol dari jagung hanya
20-40% dan gula bit 30-50%.
Indonesia
sebagai negara yang memiliki beragam kekayaan alam terbarukan sangat berpotensi
menghasilkan bioenergi. Namun, dalam pengembangannya, bahan bakar hayati yang
dihasilkan menggunakan banyak biomassa yang dapat digunakan sebagai bahan pangan.
Bioetanol, misalnya, masih dibuat dari bahan berpati dan bergula yang merupakan
bahan pangan. Hal ini akan berdampak buruk bagi penyediaan pangan. Jika BBN
terus menerus dibuat dari bahan pangan, akan terjadi persaingan frontal antara
penyediaan pangan dan energi.
Untuk
menghindari persaingan tersebut, telah dikembangkan teknologi Bahan Bakar
Nabati (BBN) generasi kedua. Teknologi BBN generasi kedua adalah teknologi yang
mampu memproduksi BBN, seperti biodiesel atau bioetanol, dari bahan
lignoselulosa. Jika kita membudidayakan tanaman apapun, termasuk tanaman pangan
(untuk menghasilkan gula, pati, minyak-lemak, dan sebagainya), bahan yang
diproduksi terbesar oleh tanaman adalah lignoselulosa. Jika hasil-hasil
pertanian dan perkebunan dipanen, bahan lignoselulosa akan tertinggal sebagai
limbah pertanian atau sisa penggunaan tanaman dan biasanya kurang
termanfaatkan. Hal ini menyebabkan lignoselulosa berpotensi digunakan sebagai
bahan mentah produksi BBN.
Lignoselulosa
mengandung tiga komponen penyusun utama, yaitu selulosa (30-50%-berat),
hemiselulosa (15-35%-berat), dan lignin (13-30%-berat). Salah satu BBN yang
dapat dihasilkan dari lignoselulosa adalah bioetanol generasi kedua. Proses
konversi lignoselulosa menjadi bioetanol terjadi melalui tiga tahap dasar,
yaitu:
1. Pengolahan awal atau delignifikasi, agar selulosa dapat dicapai oleh enzim
selulase dan air,
2. Hidrolisis dengan enzim khusus, dan
3. Fermentasi menjadi etanol.
Gambar : Tahapan perolehan Bio- etanol
Selulosa dapat
dihidrolisis menjadi glukosa dengan bantuan enzim selulase atau, tetapi umumnya
tak dipilih, dengan bantuan asam. Hemiselulosa dapat dihidrolisis menjadi
pentosa (terutama xilosa) dan heksosa (minor) dengan bantuan asam encer atau
enzim hemiselulase.
Glukosa dan
heksosa lain dapat difermentasi menjadi etanol oleh ragi Saccharomyces
cerevisiae dengan reaksi :
C6H12O6 –>2 C2H5OH + 2 CO2
Xilosa dan
pentosa lain dapat difermentasi menjadi etanol oleh ragi yang sesuai (seperti
Pichia stipitis) dengan mekanisme reaksi :
3 C5H10O5 –>
5 C2H5OH + 5 CO2
atau dikonversi
menjadi produk lain (xilitol, furfural, dan lain-lain).
Teknologi
bioetanol generasi kedua sedang intensif dikembangkan, terutama oleh Amerika
Serikat. Pabrik-pabrik demonstrasi juga sudah dan sedang didirikan di berbagai lokasi
di Amerika Utara (antara lain oleh Celunol Corp dengan kapasitas 200 ribu
m3/tahun di Louisiana).
Pabrik BBN
(generasi kedua) ini tak mungkin berskala amat besar (seperti kilang minyak
bumi) karena akan terkendala biaya pengumpulan bahan mentah. Namun, kombinasi
kedahsyatan biodiversitas, ketersediaan lahan dan juga tenaga kerja membuat
Indonesia berpotensi menjadi salah satu sentra produksi BBN dunia.
Gambar : Bioetanol sebagai alternatif energi ramah lingkungan
MEMBANGUN INDUSTRI BIOETANOL DALAM KRISIS ENERGI DAN GLOBALISASI
Energi
merupakan salah satu permasalahan utama dunia pada abad ke-21. Sampai saat ini
bahan bakar minyak masih menjadi konsumsi utama negara-negara dunia. Minyak
bumi bisa menjadi senjata politik yang menakutkan karena sektor industri dunia
sangat bergantung kepada pasokan minyak bumi.
Invansi Amerika
Serikat ke Iraq pada 2003 lalu pun lebih disebabkan pada perang untuk
mendapatkan minyak daripada perang untuk melawan terorisme. Amerika Serikat
sebagai konsumen terbesar minyak bumi dunia dengan tingkat konsumsi 25 juta
barrel/hari, tetapi hanya memproduksi 7,5 juta barrel/hari. Oleh karena itu
ketersediaan minyak bumi adalah hal yang sangat vital untuk menjaga
keberlangsungan industrinya.
Peranan BBM
masih 63% dalam pemakaian energi final nasional-2003. Indonesia yang dulu
menjadi negara pengekspor minyak, sejak tahun 2004 berubah menjadi negara
pengimpor minyak. Pada tahun 2004 Indonesia mengimpor minyak 487 ribu
barel/hari. Sementara itu harga minyak dunia terus mengalami peningkatan harga.
Hal ini jelas akan menggoyang perekonomian nasional.
Struktur APBN
masih bergantung pada penerimaan migas dan subsidi BBM. Naiknya harga minyak
dunia mengakibatkan membengkaknya subsidi BBM. Kebijakan pengurangan subsidi
BBM yang diterapkan pemerintah akhirnya berakibat pada meningkatnya biaya-biaya
perekonomian masyarakat.
Maka, harus ada
upaya-upaya strategis untuk mengurangi ketergantungan pada minyak bumi. Hal ini
sudah cukup mendesak mengingat cadangan minyak nasional hanya sampai 18 tahun
(lihat tabel) lagi, sementara konsumsi dalam negeri terus meningkat.
Diprediksikan pada tahun 2010, jumlah import BBM akan meningkat menjadi sekitar
60% – 70% dari kebutuhan BBM dalam negeri. Fakta ini akan menjadikan Indonesia
menjadi Pengimpor BBM terbesar di Asia.
Penggunaan
bahan bakar alternatif harus segera dilakukan terutama yang berbentuk cair,
karena masyarakat sudah sangat familiar dengan bahan bakar cair, BBM. Salah
satunya adalah Bioetanol. Bioetanol dengan karakteristiknya dapat mensubtitusi
bensin. Indonesia perlu mengembangkan bioetanol karena :
- Konsumsi energi meningkat
- Bahan bakar fosil akan habis
- Devisa (impor bbm)
- Potensi penggunaan biofuel
- protokol Kyoto
- Potensi lahan
- Potensi sumber daya manusia
(petani)
BIOETANOL, ENERGI ALTERNATIF YANG KOMPETITIF
Louis Pasteur
untuk pertama kalinya mengenalkan metode fermentasi. Dia melakukakan fermentasi
gula menggunakan mikroorganisme. Dia telah membuka cakrawala baru memproduksi
senyawa kimia dengan bantuan mikroorganisme. Sehingga kita tidak harus
capai-capai melakukan sintesis senyawa kimia, biarkan saja mikoorganisme yang
bekerja memproduksinya. Pada tahun 1815, Gay-Lussac memformulasikan konversi
glukosa menjadi etanol dan karbondioksida. Formulanya sebagai berikut :
C6H12O6 2C2H5OH
+ 2CO2
Dalam
perkembangannya produksi alkohol yang paling banyak digunakan adalah metode
fermentasi dan distilasi.
Mikroorganisme
yang digunakan untuk fermentasi alkohol :
- Bakteri : Clostridium
acetobutylicum, Klebsiella pnemoniae, Leuconoctoc
- mesenteroides, Sarcina
ventriculi, Zymomonas mobilis, dll.
- Fungi : Aspergillus oryzae,
Endomyces lactis, Kloeckera sp., Kluyreromyces fragilis,
- Mucor sp., Neurospora crassa,
Rhizopus sp., Saccharomyces beticus,S. cerevisiae, S.ellipsoideus, S.
oviformis, S. saki, Torula sp., dll
Baru-baru ini
teknologi DNA rekombinan telah membantu penggunaan mikroorganisme dalam proses
industri. Setelah USA dan Brazil, India adalah negara terbesar ketiga dalam
memproduksi bioetanol.
Selama perang
dunia II campuran etanol dan bensin telah digunakan di Eropa. Namun, setelah
perang berakhir bioetanol kalah bersaing dengan bensin yang harganya lebih
murah. Penggunaan campuran alkohol dan bensin digunakan lagi pada tahun 1970-an
akibat embargo minyak negara-negara Arab terhadap negara-negara barat pada
tahun 1973 yang menyebabkan krisis minyak.
Pada tahun 1985
brazil mengeluarkan program pencampuran 20% bioetanol dengan bensin untuk
menghemat 40% konsumsi bensin. Negara ini telah memasarkan 1 juta mobil dengan
bahan bakar 100% bioetanol.
Kelebihan-kelebihan
bioetanol dibandingkan bensin:
- Bioetanol aman digunakan
sebagai bahan bakar, titik nyala etanol tiga kali lebih tinggi
dibandingkan bensin.
- Emisi hidokarbon lebih sedikit
- Kekurangan-kekurangan bioetanol
dibandingkan bensin:
- Mesin dingin lebih sulit
melakukan starter
- Bioetanol bereaksi dengan logam
seperti magnesium dan aluminium.
Sebagai alternatif digunakan campuran bioetanol dengan bensin. Sebelum
dicampur, bioetanol harus dimurnikan hingga 100%. Campuran ini dikenal dengan
sebutan gasohol.
Substrat yang
dapat difermentasikan menjadi alkohol :
Bahan bergula (sugary materials) : tebu dan sisa produknya (molase, bagase),
gula bit, tapioca, kentang manis, sorghum manis, dll. Molasses tebu digunakan
besar-besaran di beberapa negara untuk memproduksi alkohol.
Bahan-bahan berpati (starchy materials) : tapioka, maizena, barley, gandum,
padi, dan kentang. Jagung dan ubikayu adalah dua kelompok substrat yang menarik
perhatian. 11,7 kg tepung jagung dapat dikonversi menjadi 7 liter etanol.
Bahan-bahan lignoselulosa (lignosellulosic material) : sumber selulosa dan
lignoselulosa berasal dari limbah pertanian dan kayu. Akan tetapi, hasil etanol
dari lignoselulosa sedikit karena kekurangan teknologi untuk mengkonversi
pentosa menjadi etanol. 409 liter etanol dapat diproduksi dari 1 ton
lignoselulosa.
GASOHOL
Bioetanol bersifat multi-guna karena dicampur dengan bensin pada komposisi
berapapun memberikan dampak yang positif. Pencampuran bioetanol absolut
sebanyak 10 % dengan bensin (90%), sering disebut Gasohol E-10. Gasohol
singkatan dari gasoline (bensin) plus alkohol (bioetanol). Etanol absolut
memiliki angka oktan (ON) 117, sedangkan Premium hanya 87-88. Gasohol E-10
secara proporsional memiliki ON 92 atau setara Pertamax. Pada komposisi ini
bioetanol dikenal sebagai octan enhancer (aditif) yang paling ramah lingkungan
dan di negara-negara maju telah menggeser penggunaan Tetra Ethyl Lead (TEL)
maupun Methyl Tertiary Buthyl Ether (MTBE).
Pencampuran
sampai dengan 24 % masih dapat menggunakan mobil bensin konvensional. Di atas
itu, diperlukan mobil khusus yang telah banyak diproduksi di AS maupun Brazil.
Yang populer dan diminati saat ini adalah Flexible-Fuel Vehicle (FFV). Ini
sejenis “mobil cerdas” karena dilengkapi dengan sensor dan panel otomatisasi yang
dapat mengatur mesin untuk menggunakan campuran bensin-bioetanol pada komposisi
berapapun.
INDUSTRI BIOENERGI NASIONAL
Pabrik gula
(PG) di Indonesia sudah waktunya melakukan transformasi peran dari sekedar
sebagai penghasil gula menjadi suatu industri berbasis tebu, seperti yang
dilakukan PG di negara-negara produsen gula dunia. Industri yang mampu
memanfaatkan peran seperti itu mampu mengurangi ketergantungan perusahaan dari
gula semata, karena dengan menjadi industri berbasis tebu, akan banyak produk
dan derivat yang dihasilkan tebu dapat dimanfaatkan untuk keuntungan
perusahaan.
Untuk
Indonesia, lanjutnya, karena masih banyak PG yang kekurangan bahan baku tebu,
maka tahapan saat ini bioetanol layaknya berbahan baku tetes. Dari tiap ton
tebu yang digiling, dihasilkan tetes sekitar 40-45 kg dan sebagian hasilnya
masuk ke petani sebagai pemasok tebu. Selama ini tetes lebih banyak digunakan
sebagai bahan baku pembuatan asam asetat dan monosodium glutamat
Selain tebu,
ubi kayu cukup potensial sebagai bahan baku bioetanol. Ubi kayu relatif lebih
mudah dibudidayakan pada berbagai jenis lahan pertanian. Lahan-lahan yang
selama ini tidak produktif dapat ‘dihidupkan’ kembali dengan menanam tanaman
bioenergi. Hal yang perlu dilakukan adalah pemetaan potensi daerah dalam
memproduksi tanaman bioenergi.
Selanjutnya
adalah pembuatan industri bioenergi secara terpadu yang melibatkan perusahaan,
pemerintah, universitas, dan petani. Dengan hal ini, maka setiap daerah
diharapkan mampu menjadi daerah mandiri energi. Paradigma yang kemudian
dibangun adalah ‘pemberdayaan’ masyarakat. Bukan ‘penghisapan’ masyarakat dan
SDA yang selama ini cenderung dilakukan oleh Multi National Corpaorate (MNC).
Pasokan energi yang berkelanjutan dan ramah lingkungan merupakan sebuah
fundamental pembangunan bangsa Indonesia mengahdapi globalisasi.
Catatan :
BENSIN premium memiliki angka oktan 88. Tetapi bensin premium bisa ngejos
seperti pertamax dengan tambahan etanol 99%, karena etanol memiliki angka oktan
117.
Caranya, campurkan sekian persen bensin premium dengan sekian persen etanol.
Misalnya campuran 1 : 9, di mana 10% etanol dtambahkan ke 90% premium. Ambil 10
ml etanol dengan 90 ml premium menjadi 1 liter bensol (bensin - etanol), maka
angka oktan menjadi 10% X 117 + 90% X 88 = 90,9 atau mendekati pertamax.
Pencampuran antara premium dengan etanol bisa dilakukan dengan rasio yang
berbeda. Hanya sakarang diperlukan kehati-hatian untuk kendaraan berumur di
bawah tahun 2000. Etanol memiliki sifat melarutkan karet, sehingga mengancam
kekuatan seal (sil) klep. Untuk itu penggunaan etanol dianjurkan hanya untuk
kendaraan kendaraaan yang diproduksi diatas tahun 2000 saja.
Potensi Bioetanol di Indonesia
Jika biodiesel
adalah bahan bakar alternatif pengganti solar, maka bioetanol adalah bahan
bakar alternatif pengganti gasoline yang biasa disebut gasohol (campuran antara
gasoline dan alkohol). Sama seperti biodiesel, bioetanol memiliki beberapa
keunggulan, diantaranya ramah lingkungan dengan sifatnya yang nontoxic.
Aplikasi pada mesin juga tidak memerlukan modifikasi khusus sehingga dapat
langsung dipakai pada mesin-mesin konvensional (dengan catatan kandungan etanol
tidak lebih dari 10%). Penggunaan bioetanol juga dapat mengurangi emisi
karbonmonoksida, karena hasil pembakaran bioetanol menghasilkan karbondiaoksida
dan air. Bahan baku bioetanol berasal dari tumbuhan penghasil karbohidrat yang
untuk tumbuhnya memerlukan karbonmonoksida. Sehingga penggunaan bioetanol
secraa masif dapat mengurangi kandungan emisi rumah kaca (karbondioksida).
Pada umumnya
bioetanol diproduksi melalui proses fermentasi glukosa (gula) dengan bantuan
mikroorganisme, walaupun tidak tertutup kemungkinan melalui proses kimiawai
dengan mereaksikan etilene di dalam steam. Secara umum proses fermentasi
etanol digambarkan seperti berikut:
Glukosa
dihasilkan dari tebu, jagung, singkong, ubi jalar, tetes tebu (limbah tebu
merupakan bahan baku yang cukup potensial. Tetes tebu ini merupakan limbah
pabrik gula yang dihasilkan dari penggilingan tebu. Oleh pabrik gula, tetes
tebu ini biasanya dibuang begitu saja atau dijadikan pupuk oleh sebagian
petani. Dalam tiap ton penggilingan tebu dihasilkan tetes tebu sebanyak 45 kg.
Dalam satu tahun kurang lebih 27 juta ton tebu digiling di pabrik gula,
sehingga jumlah tetes tebu yang dihasilkan kurang lebih 1.2 juta ton. Jumlah
ini dapat menghasilkan 365.5 ribu ton etanol (Agrifindo, Januari 2005).
Sampah juga
dapat menjadi bahan baku etanol. Pada umumnya sampah kota mengandung 50-60%
sampah organik. Dengan bantuan mikroorganisme dalam proses fermentasi pada suhu
35oC, satu ton sampah organik mampu menghasilkan etanol kurang lebih
350 liter dengan kemurnian 80% (M. Imam Akbar Hakimullah, 2005). Hasil ini
lebih baik dibandingkan dengan bahan baku lain seperti sagu, ubi jalar, ubi
kayu, dan tebu yang masing-maasing mampu menghasilkan 90, 125, 167, dan 250
liter per ton bahan baku. Hasil paling tinggi didapat dari jagung, dimana dapat
dihasilkan 400 liter etanol dari tiap ton jagung (Engineering Center BPPT,
2005). (ES)
(SURABAYA)
Keterbatasan bahan bakar fosil membuat bioetanol menjadi salah satu alternatif
sebagai sumber energi. Guna mengembangkannya, PT Perkebunan Nusantara X bersama
The New Energy and Industrial Technology Development Organization (NEDO) Jepang
bekerjasama membangun pabrik bioetanol di kompleks Pabrik Gula Gempolkerep,
Mojokerto, Jawa Timur.
“Skema
pendanaan untuk pabrik etanol ini terdiri dari dana internal PTPN X sebanyak
Rp311,21 miliar. Jumlah tersebut ditambah dengan dana hibah dari NEDO Jepang sebesar
Rp150 miliar,” demikian diungkapkan Subiyono, Direktur Utama PT Perkebunan
Nusantara X (PTPN X), Sabtu (08/06) silam.
NEDO adalah
lembaga riset pemerintah Jepang yang membantu pengembangan energi terbarukan
dan teknologi konservasi energi, dengan mengajak kerjasama antara pihak swasta
Jepang dan negara lain.
Pada
pengembangan pabrik ini, NEDO bekerjasama dengan Tsukushima Kikai, perusahaan
Perencanaan, desain, manufaktur, pemasangan, manajemen perawatan dan perbaikan
mesin kimia dan sistem untuk industri berbasis di Tokyo. Selain itu juga dengan
Sapporo Engineering, sebuah perusahaan kontraktor industri.
Pabrik baru ini
dibangun di atas lahan seluas 6,5 hektar dan memiliki kapasitas produksi
mencapai 33 kiloliter tiap tahun. Bahan bakunya memanfaatkan limbah industri
gula (molases) sehingga tidak mengganggu pasokan untuk produksi gula. Bioetanol
yang dihasilkan di pabrik ini akan mempunyai fuel grade dengan tingkat
kemurnian 95 persen. Artinya, produk etanolnya sangat ramah lingkungan.
Sjamsul Basuki Joedho,
humas PTPN X pada Senin (17/06) menyatakan, "Pabrik ini sudah selesai dan
bulan Agustus akan run. Untuk operasionalnya akan dilakukan sendiri oleh
tenaga ahli PTPN. Kini sedang menjajaki penjualan ke Pertamina."
Hasil
produksinya selain dijual untuk campuran bahan bakar, juga sebagai bahan baku
industri kimia hilir. Proyek NEDO–PTPN X diharapkan bisa menjadi model dalam
pembangunan pabrik serupa lainnya di Indonesia.
Negara-negara
lain sudah lebih dahulu memanfaatkan bioetanol sebagai sumber energi misalnya
Brazil dimana sekitar 18 persen kebutuhan energi dipasok dari bahan bakar
nabati berbasis tebu. Ada pula India yang mampu menghasilkan listrik 30 MW dan
etanol 120 kiloliter per hari.
PTPN X saat ini
mengelola sebelas pabrik gula, tersebar di Tulungagung, Kediri, Mojokerto,
Nganjuk, dan Sidoarjo. Tahun 2012, produksi gula PTPN X mencapai 494.000
ton.
CARA
MEMBUAT BAHAN BAKAR BENSIN (BIOETANOL) DARI BERAS
BAHAN BAKAR BENSIN ATAU BIOETANOL
Naiknya harga BBM seperti yang
sedang terjadi saat ini tentunya semakin membuat rakyat kecil semakin berat
dalam menghadapi dinamika hidup sehari-hari. Untunglah sudah
banyak penelitian yang dilakukan oleh para ahli terhadap bahan bakar lain
sebagai bahan bakar alternatif. Hingga saat ini yang sedang menjadi perhatian
serius adalah mengenai pemanfaatan sumber nabati sebagai bahan bakar. karena
bahan bakar nabati mempunyai banyak kelebihan, selain ramah lingkungan, juga
merupakan sumber bahan bakar yang bisa diperbarui karena sumber bahan bakar
tersebut bisa ditanam dan dikembangkan.
Penelitian yang banyak dilakukan saat ini difokuskan pada pemanfaatan bioetanol
sebagai sumber bahan bakar. Dimana dalam pembuatan bioetanol ini memanfaatkan
bahan baku yang mudah didapat dan diproduksi, seperti beras, jagung, ubi, serta
jarak.
MEMBUAT BAHAN BAKAR BENSIN ATAU BIOETANOL DARI BERAS
Di beberapa negara di belahan dunia
seperti Brazil, Perancis, Jerman, Swedia, Amerika Serikat, India, dan beberapa
negara lainnya sudah sejak permulaan abad ke-20 memanfaatkan etanol sebagai
bahan bakar kendaraan bermotor. Seperti perusahaan mobil kelas dunia yang
melahirkan mobil ford, yakni henry ford telah melihat fungsi etanol sebagai
bahan bakar masa depan. Tetapi karena harga BBM jenis petroleum lebih murah,
para produsen kendaraan kemudian merancang kendaraannya dengan bahan bakar
tersebut, sehingga kehadiran petroleum jauh lebih dominan.
Namun kini, Setelah masyarakat dunia menyadari dan merasakan betapa dahsyatnya
dampak negatif yang ditimbulkan BBM terhadap kelestarian alam, kesehatan
manusia, serta kelangsungan hidup manusia di bumi ini, barulah mereka berupaya
mencari alternatif pengganti BBM yang ramah lingkungan, tidak memiliki dampak
negatif, atau setidaknya dampak negatif yang ditimbulkan tidak begitu besar.
Berdasarkan hal-hal tersebutlah, akhirnya etanol kembali menjadi bahan
pertimbangan masyarakat dunia, bahkan diagung-agungkan terutama oleh para
pengguna mesin otomotif. Tidak cukup disitu, pemakaiannya pun sudah meluas
seperti di Brazil, Cile, bahkan Amerika Serikat sekalipun. Di negeri Samba,
sekitar pertengahn tahun 1980 seluruh kendaraan bermotor sudah menggunakan
etanol sebagai sumber bahan bakarnya, minimal mengandung etanol 20%. Lebih dari
90% mobil baru yang digunakan di Brazil, mesinnya dirancang untuk menggunakan bahan
bakar etanol murni.
Etanol yang juga akrab dinamakan dengan nama alkohol sebetulnya sudah tidak
asing lagi di telinga kita, bangsa Indonesia. Di negeri ini, sebetulnya alkohol
sudah banyak diproduksi untuk kebutuhan sehari-hari, baik dalam bentuk makanan
maupun minuman. Bahkan msyarakat dunia sudah memproduksi ribuan tahun yang lalu
meskipun mereka tidak sadar telah mempoduksi etanol yang sebetulnya bisa
dimanfaatkan sebagai bahan bakar. Padahal cara pembuatannya sangatlah
sederhana, seperti misalnya pada makanan, hanya dengan menambahkan ragi saja
sebenarnya kita sudah bisa memproduksi etanol karena pada dasarnya prinsip
pembuatannya pun sama, apalagi jika bahan yang dipakai dapat menghasilkan
etanol dalam kadar yang tinggi.
Di sini, Anda mestinya sudah tidak asing lagi dengan makanan bernama tape
ketan, apalagi tape ketan produk Magelang yang memiliki rasa sangat istimewa.
Nah, pembuatan tape ketan ini pada prinsipnya sama dengan pembuatan etanol
untuk bahan bakar karena pada dasarnya di dalam tape beras ketan tersebut
mengandung cukup banyak etanol. Sehingga proses pembuatan etanol itu sendiri
sebenarnya bukanlah hal yang aneh bagi masyarakat kita. Selain bahan baku beras
ketan, di Jepang, bahan baku beras telah diolah menjadi minuman berkadar etanol
yang cukup tinggi, dinamakan sake.
Tidak hanya di Magelang dan di Jepang saja, ternyata masyarakat di belahan
Eropa juga telah memproduksi etanol dengan memanfaatkan berbagai bahan baku
seperti buah anggur dan gandum. Melalui serangkaian proses fermentasi, buah
anggur diolah dan berubah menjadi khamer atau minuman keras atau arak yang
tentunya kebiasaan (adat) dan hukum yang berlaku di sana memperbolehkannya.
Tidak hanya itu, gandum juga diolah menjadi bir. Bagi masyarakat Amerika,
Eropa, atau Jepang, mereka telah memproduksi etanol yang diperuntukkan bagi
minuman keras seperti bir, sake, vodka, dan lain-lain. Berbeda dengan di
Indonesia, pembuatan etanol telah diproduksi untuk makanan berupa tape baik
tape ketan maupun tape singkong.
Dengan semakin berkembangnya jaman, menuntut perkembangan teknologi menjadi
semakin pesat pula, akhirnya telah ditemukan bahwa hasil konversi etanol tidak
hanya berasal dari tanaman pangan saja, melainkan juga bisa bersumber dari
bagian lain dari tanaman. Bahkan, dari etanol pun kembali dikonversi menjadi
produk lain.
Betapa pentingnya produk etanol ini sehingga sejak abad ke-20 hingga saat ini
abad ke-21, bahan bakar kendaraan bermotor yang memanfaatkan etanol telah
mencapai 2/3 produksi dunia. Artinya etanol telah diposisikan sebagai bahan
bakar terbesar di belahan dunia. Di Brazil saja pemakaian etanol untuk bahan
bakar kendaraan bermotornya sudah menyentuh angka 40-45% dan di Amerika Serikat
sendiri tidak kurang dari 1,2% pasaran bensin bersumber dari etanol. Artinya, pasaran
bahan bakar kendaraan bermotor di Amerika Serikat berjumlah sekitar 570 juta
ton. Yakni, dengan pasaran etanol pada posisi 2.000 juta ton (atau 80 kali
produksi dunia sekarang).
Besarnya penggunaan etanol menjadi bahan bakar tidak lepas dari tumbuhnya
kesadaran manusia terhadap dampak lingkungan. Bayangkan saja, BBM telah
distempel sebagai sumber utama polusi dunia, sementara etanol (bioetanol)
terbukti merupakan bahan bakar terbarui yang ramah lingkungan. Tidak hanya itu,
biaya pembuatannya pun relatif lebih sederhana dan lebih murah, serta tidak
harus berburu sampai ke lepas pantai untuk mendapatkan sumber minyaknya.
Di samping itu, kehadiran etanol mampu mengurangi beban impor BBM. Khusus untuk
Indonesia, selain bisa mengatasi krisis bahan bakar rumah tangga seperti minyak
tanah dan gas, juga bisa mendongkrak peningkatan jumlah tenaga kerja yang
sangat luar biasa, dan sangat cocok dikembangkan di kawasan perkebunan tanaman
pangan.
PROSES-PROSES SELAMA BERLANGSUNGNYA PEMBUATAN ETANOL
- Proses Gelatinasi
Proses gelatinasi merupakan proses penting dalam pembuatan etanol, pada
proses ini terjadi perubahan bahan baku menjadi bubur, kemudian dilakukan
proses pemanasan pada suhu 100°C yang diakhiri dengan proses pendinginan.
Tujuan dari proses gelatinasi ini mengubah karbohidrat menjadi gula
sederhana.
- Proses Fermentasi
Proses fermentasi merupakan proses perombakan yang dilakukan oleh jasad
renik sebagai dekomposer (pengurai). Dekomposer pada proses pebuatan
etanol dari beras ini dilakukan oleh ragi dari jenis Sacaromyses C.
Dalam hal ini, proses fermentasi yang berlangsung adalah proses perubahan
gula oleh ragi Sacaromyses C. Sacaromyces C ini melepaskan ikatan kimia
rantai karbon dari gula dan fruktosa satu per satu, kemudian secara
kimiawi kembali dirangkai menjadi molekul etanol, gas karbondioksida,
serta menghasilkan panas.
Ketika proses ini berlangsung, ragi mengeluarkan enzim yang sangat
kompleks, bahkan mampu merombak monosakarida menjadi etanol dan karbon
dioksida. Ragi terus bekerja sepanjang waktu tanpa diperintah.
Selama proses fermentasi, ragi yang jumlahnya miliaran ini melakukan
pekerjaan secara teratur dan rapi, setelah melalui proses pelepasan karbon
dan mengikatan kembali menjadi etanol, proses ini mengeluarkan panas
(kenaikan suhu), dimana suhu yang ditimbulkan selama proses fermentasi
justru bisa mematikan ragi. Selain itu, ragi juga bisa mati ketika alkohol
yang dihasilkan sudah cukup banyak. Ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan dalam proses fermentasi, yakni:
- Kandungan monosakarida
- Derajat keasaman, ideal antara
4,8 s/d 5
- Temperatur mash tidak lebih
dari 30°C (ragi menjadi tidak aktif pada temperatur di atas 30°C atau
32°C dan pada kadar alkohol 12%
- Fermentasi berlangsung selama
1-2 hari
- Proses Destilasi
Proses destilasi merupakan proses penyulingan untuk memisahkan antara
alkohol dengan air dan bahan padat lainnya.
Hal-Hal Yang Perlu Perlu Diperhatikan Saat Membuat
Bahan Bakar Bensin Atau Bioetanol
- Menyiapkan Ragi
- Sediakan ragi sebanyak 0,5 kg
untuk tiap 1.000 liter mash dengan kandungan total gula yang ada pada
mash berkisar antara 20-22%.
- Sebelumnya, ragi dibiakkan di
dalam tangki berisi 10 liter mash selama kurang lebih 1 jam pada suhu
maksimal 30°C.
- Kebersihan Peralatan
Kebersihan peralatan sangat perlu diperhatikan, mengingat hasil etanol
yang diproduksi dapat terkontaminasi oleh mikroorganisme lain yang tidak
diharapkan serta mempengaruhi jumlah etanol yang dihasilkan. Bakteri Azotobacter
di udara bebas atau yang tertinggal pada peralatan kotor akan
menghasilkan vinegar, selain itu family Lactobacillus juga akan
mengubah etanol menjadi asam laktat sehingga mempengaruhi jumlah etanol
yang dihasilkan.
Proses Pembuatan Bahan Bakar Bensin Atau Bioetanol
Dari Beras
Beras yang merupakan salah satu
bahan pangan di Indonesia mengandung senyawa karkohidrat yang kompleks, dimana
tanaman padi ini termasuk salah satu sumber pati. Untuk bisa menghasilkan
etanol, sebelum melakukan proses fermentasi pati yang terkandung dalam beras
ini perlu disederhakan terlebih dahulu menjadi glukosa melalui sebuah proses
penguraian yang dilakukan oleh cendawan atau jamur. Pada proses penguraian pati
menjadi glukosa tersebut dibutuhkan aktivitas cendawan Aspergillus sp.
yang terdapat pada ragi. Cendawan Aspergillus sp. merupakan salah satu
jenis jamur pengurai makanan. Selama proses penguraian berlangsung, cendawan Aspergillus
sp. menghasilkan enzim alfaamilase dan glikoamilase. Enzim alfaamilase dan
glikoamilase inilah yang berperan penting dalam proses penguraian karbohidrat
(maltosa atau sukrosa) menjadi gula sederhana (glukosa dan fruktosa). Setelah
pati diubah menjadi glukosa, barulah fermentasi bisa dilakukan sehingga
menghasilkan etanol.
Secara sederhana dapat diuraikan bahwa pembentukan etanol terjadi karena
enzim-enzim dalam ragi mengubah karbohidrat (maltosa atau sukrosa) menjadi
lebih sederhana (glukosa dan fruktosa). Kemudian mengubah karbohidrat sederhana
tersebut menjadi etanol dan karbondioksida.
CARA MEMBUAT BAHAN BAKAR BENSIN ATAU BIOETANOL DARI
BERAS
Cara Membuat Bahan Bakar Bensin atau Bioetanol Dari
Beras 1
- Beras 25 kilogram. Semua jenis
beras dapat dijadikan sebagai bahan bakunya.
- Cuci beras sampai bersih.
- Masukkan beras ke dalam
tangki/dandang besar berkapasitas 120 liter, lalu tambahkan air hingga
mencapai volume 100 liter.
- Panaskan beras hingga suhu
100°C atau sampai mendidih sambil terus diaduk, hingga hancur menjadi
bubur. Tambahkan air jika kurang, masak beras sampai benar-benar menjadi
bubur.
- Masukkan bubur ke dalam
tangki/dandang, lalu dinginkan. Setelah dingin taburkan cendawan Aspergilus
sp. atau ragi ke dalam bubur. (Untuk kebutuhan menguraikan 100 liter
bubur pati beras diperlukan sedikitnya 10-12 liter larutan cendawan Aspergillus
atau 10% dari total bubur).
Perlu diketahui bahwa tingkat konsentrasi cendawan mencapai 100 juta sel/
ml. Sebelum cendawan digunakan, sebaiknya dibenamkan terlebih dahulu ke
dalam bubur yang telah dimasak, tujuannya agar adaptif dengan sifat kimia
bubur. Pada tahap ini, cendawan akan berkembang biak dan bekerja mengurai
pati.
- Setelah 2 jam, bubur akan
berubah menjadi 2 lapisan, yaitu lapisan air dan endapan gula.
- Pastikan bahwa bubur sudah
mengalami perubahan, kemudian aduk-aduk pati yang sudah berubah menjadi
gula tersebut.
- Setelah itu masukkanke dalam
tangki fermentasi. (Sebelum difermentasi, larutan pati mengandung kadar
gula 17-18%. Kondisi ini sangat cocok untuk hidup dan berkembangnya
bakteri Saccaromyces, dimana bakteri Saccaromyces akan
bekerja menguraikan gula menjadi alkohol.
Perlu diperhatikan: Jika kadar gulanya terlalu tinggi, perlu ditambahkan
air. Sebaliknya, jika kadar gulanya terlalu rendah, perlu ditambahkan
gula.
Tutup tangki rapat-rapat agar tidak terjadi kontaminasi dengan
mokroorganisme lain yang tidak diharapkan, disamping itu juga untuk
menjaga bakteri Saccaromyces agar bekerja lebih baik. karena,
proses fermentasi berlangsung secara anaerob yaitu tidak memerlukan
oksigen pada suhu 28-32°C.
- Diamkan selama 3-4 hari.
Setelah 3-4 hari, akan terjadi perubahan pada larutan pati tadi dengan
membentuk 3 lapisan, yitu endapan protein pada lapisan terbawah, lapisan
air pada bagian tengah, dan lapisan etanolnya di bagian teratas. Hasil
fermentasi ini disebut juga bir (sake), karena telah mengandung etanol
(alkohol) sebanyak 6-12%.
- Pisahkan etanol dengan cara
penyedotan menggunakan selang plastik. Gunakan kertas/kain penyaring
berukuran 1 mikron untuk menyaring endapan protein.
- Setelah seluruh etanol
dipisahkan, proses selanjutnya dilakukan destilasi atau penyulingan, yaitu
dengan menggunakan tangki/dandang yang sudah dipasangi pipa, dimana pipa
itu dialirkan ke tangki/dandang lainnya dalam keadaan selalu basah atau
terendam dalam air. Panaskan pada suhu 78°C atau sampai etanol mendidih.
Tujuan dari penyulingan ini adalah untuk memisahkan etanol dari air
sehingga akan terjadi penguapan pada etanol, dan mengalirkannya melalui
pipa yang terendam air sehingga terkondensasi dan kembali menjadi etanol
cair.
- Hasil penyulingan ini
menghasilkan etanol dengan kadar 95%, Etanol berkadar 95% ini belum larut
dalam bensin, tetapi sudah dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar
pengganti minyak tanah. Agar bisa larut dalam bensih, perlu dilakukan
penyulingan kedua untuk meningkatkan kadar etanolnya hingga mencapai 99%.
- Larutan etanol yang dibutuhkan
berkadar 99% (etanol kering), memerlukan destilasi absorbent, yaitu dengan
cara memanaskan etanol 95% hingga suhu 100°C, agar etanol dan air menguap.
Uap tersebut masuk melalui pipa yang dindingnya sudah dilapisi zeolit atau
pati. Zeolit tersebut berfungsi untuk menyerap kadar air tersisa hingga
diperoleh etanol berkadar 99%.
Etanol berkadar 99% ini sudah cukup
larut dalam bensin sehingga sudah bisa digunakan sebagai campuran bensin untuk
kendaraan bermotor.
Cara Membuat Bahan Bakar Bensin atau Bioetanol Dari
Beras 2
- Pencucian
- Cuci sampai bersih beras yang
akan dijadikan etanol, kemudian dilakukan pemasakan hingga beras berubah
menjadi bubur. Selanjutnya dipanaskan dengan malat. Malat adalah beras
berkecambah yang mengandung enzim pengurai pati menjadi karbohidrat yang
lebih sederhana, yang disebut maltosa.
Maltosa memiliki rumus molekul yang sama seperti sukrosa tetapi mengandung
dua unit glukosa yang saling mengikat, sedangkan sukrosa mengandung satu
unit glukosa dan satu unit fruktosa.
- Setelah itu masukkan ragi ke
dalam bubur, biarkan hangat pada suhu sekitar 35°C selama beberapa hari
sampai proses fermentasi berlangsung sempurna. Tutup sampai rapat dan
jangan biarkan udara masuk ke dalam campuran, tujuannya untuk mencegah
terjadinya oksidasi etanol menjadi asam ethanoat (asam cuka).
Tunggu sampai kira-kira 4-5 hari, maka akan dihasilkan dengan kadar etanol
berkisar 90%, kadar etanol 90% ini sering juga disebut dengan minyak tanah
BE.40.
- Pada etanol berkadar 90% ini
masih mengandung Pb sehingga perlu ditingkatkan lagi menjadi etanol berkadar
95% dengan cara menambahkan batu kapur (gamping). Karena kadar etanol 90%
ini belum cukup berfungsi sebagaimana layaknya minyak tanah.
6.
Bahan
yang Mengandung Lignoselulosa
7.
Indonesia
sebagai negara yang memiliki beragam kekayaan alam terbarukan sangat berpotensi
menghasilkan bioenergi. Namun, dalam pengembangannya, bahan bakar hayati yang
dihasilkan menggunakan banyak biomassa yang dapat digunakan sebagai bahan
pangan. Bioetanol, misalnya, masih dibuat dari bahan berpati dan bergula yang
merupakan bahan pangan. Hal ini akan berdampak buruk bagi penyediaan pangan.
Jika BBN terus menerus dibuat dari bahan pangan, akan terjadi persaingan
frontal antara penyediaan pangan dan energi.
8.
Untuk
menghindari persaingan tersebut, telah dikembangkan teknologi Bahan Bakar
Nabati (BBN) generasi kedua. Teknologi BBN generasi kedua adalah teknologi yang
mampu memproduksi BBN, seperti biodiesel atau bioetanol, dari bahan
lignoselulosa. Jika kita membudidayakan tanaman apapun, termasuk tanaman pangan
(untuk menghasilkan gula, pati, minyak-lemak, dan sebagainya), bahan yang
diproduksi terbesar oleh tanaman adalah lignoselulosa. Jika hasil-hasil
pertanian dan perkebunan dipanen, bahan lignoselulosa akan tertinggal sebagai
limbah pertanian atau sisa penggunaan tanaman dan biasanya kurang
termanfaatkan. Hal ini menyebabkan lignoselulosa berpotensi digunakan sebagai
bahan mentah produksi BBN.
9.
Lignoselulosa
mengandung tiga komponen penyusun utama, yaitu selulosa (30-50%-berat),
hemiselulosa (15-35%-berat), dan lignin (13-30%-berat). Salah satu BBN yang
dapat dihasilkan dari lignoselulosa adalah bioetanol generasi kedua. Proses
konversi lignoselulosa menjadi bioetanol terjadi melalui tiga tahap dasar,
yaitu:
1. Pengolahan awal atau delignifikasi, agar selulosa dapat
dicapai oleh enzim selulase dan air,
2. Hidrolisis dengan enzim
khusus, dan
3. Fermentasi menjadi etanol
10. Skema ideal pemanfaatan bahan lignoselulosa
untuk memproduksi bioetanol
11. Selulosa dapat dihidrolisis menjadi
glukosa dengan bantuan enzim selulase atau, tetapi umumnya tak dipilih, dengan
bantuan asam. Hemiselulosa dapat dihidrolisis menjadi pentosa (terutama xilosa)
dan heksosa (minor) dengan bantuan asam encer atau enzim hemiselulase.
12. Glukosa dan heksosa lain dapat
difermentasi menjadi etanol oleh ragi Saccharomyces cerevisiae dengan
reaksi :
13. C6H12O6 –>2 C2H5OH + 2 CO2
14. Xilosa dan pentosa lain dapat
difermentasi menjadi etanol oleh ragi yang sesuai (seperti Pichia stipitis)
dengan mekanisme reaksi :
15. 3 C5H10O5 –> 5 C2H5OH + 5
CO2
16. atau dikonversi menjadi produk lain
(xilitol, furfural, dan lain-lain).
17. Skema lain pemanfaatan bahan
lignoselulosa untuk memproduksi bioetanol
18. Teknologi bioetanol generasi kedua
sedang intensif dikembangkan, terutama oleh Amerika Serikat. Pabrik-pabrik
demonstrasi juga sudah dan sedang didirikan di berbagai lokasi di Amerika Utara
(antara lain oleh Celunol Corp dengan kapasitas 200 ribu m3/tahun di
Louisiana).
19. Pabrik BBN (generasi kedua) ini tak
mungkin berskala amat besar (seperti kilang minyak bumi) karena akan terkendala
biaya pengumpulan bahan mentah. Namun, kombinasi kedahsyatan biodiversitas,
ketersediaan lahan dan juga tenaga kerja membuat Indonesia berpotensi menjadi
salah satu sentra produksi BBN dunia.
20.
LIPI dan Koica Rintis
Bioetanol Generasi Kedua
Steven Vaughn
21. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
(LIPI) bekerjasama dengan Korea International Cooperation Agency (Koica) tengah
mengembangkan bioetanol generasi kedua. Targetnya, produksi bioetanol dengan
kapasitas 10 liter per hari pada 2012.
22. "Pengembangan biodiesel
generasi kedua berasal dari lignoselulosa yang teknologi prosesnya sangat sulit
sehingga perlu mendapat perlakuan khusus," terang Peneliti Utama Bioetanol
Biomassa Lignoselulosa Pusat Penelitian Kimia LIPI Yanni Sudiyani pada workshop
bertajuk "Integrated Sustainable Development Technology of Bioenergy"
di Jakarta, Kamis (18/8).
23. Saat ini teknologi pengembangan
bioetanol yang menjadi campuran bahan bakar premium generasi kedua masih
terbilang mahal. "Berbeda dengan bioetanol generasi pertama yang
dihasilkan dari pati, misalnya dari tanaman singkong, tebu atau jagung yang
teknologi prosesnya mudah, bioetanol generasi kedua berasal dari lignoselulosa yang
teknologi prosesnya sangat sulit khususnya di masa perlakuan awal atau
pretreatment," kata Yanni.
24. Ia pun menjelaskan, lignoselulosa
adalah salah satu sumber energi biomassa yang potensial, berasal limbah
pertanian atau limbah industri.
25. Penggunaan bioetanol sebagai bahan
bakar mempunyai beberapa keunggulan, di antaranya kandungan oksigen yang tinggi
sehingga jika dibakar sangat bersih, serta ramah lingkungan karena emisi gas
karbon monoksida lebih rendah 19 hingga 25 persen dibanding BBM sehingga tidak
memberikan kontribusi pada akumulasi karbon dioksida di atmosfer.
BERAT JENIS
I. Dasar Teori
Berat jenis
didefinisikan sebagai massa suatu bahan per satuan volum bahan tersebut. Bentuk
persamaannya dapat dituliskan sebagai berikut,
Berat jenis = massa
(berat) atau m
volume
v
satuan berat
jenis adalah kg/dm3 atau g/mL, dan g/liter. Berat jenis mempunyai harga konstan
pada suatu temperatur tertentu dan tidak tergantung pada jumlah bahan cuplikan
(sampel). Dikenal beberapa alat yang dapat menentukan berat jenis, yaitu
aerometer, piknometer, dan neraca whestphaal. Untuk pekerjaan secara rutin di
laboratorium terdapat peralatan elektronik untuk menentukan berat jenis.
- Menentukan berat jenis zat cair
dengan aerometer
Menentukan
berat jenis dengan aerometer berdasarkan pada prinsip archimedes. Setiap benda
yang dicelupkan ke dalam suatu zat cair akan mengalami gaya angkat ke atas yang
besarnya sama dengan zat cair yang dipindahkan, karena adanya benda tersebut
dalam zat cair.
Aerometer
berbentuk sebuah silinder yang berlubang. Agar aerometer dapat tercelup dengan
posisi yang tepat. (skala tercelup dalam cairan), maka aerometer diisi dengan
butir butir timbal (Pb). Skala skala pada aerometer menunjukkan berat jenis
cairan.
Semakin kecil
berat jenis cairan, aerometer akan tercelup semakin dalam, sehingga skala pada
aerometer menunjukkan angka yang semakin besar dari atas ke bawah.
- Menentukan berat jenis dengan
piknometer
Berat jenis
suatu zat dapat dihitung yaitu dengan mengukur secara langsung berat zat dalam
piknometer (dengan menimbang) dan volum zat (ditentukan dengan piknometer).
Volum zat padat yang tidak beraturan dapat ditentukan secara tidak langsung
dengan menggunakan piknometer. Bila volum dan berat zat tersebut telah
diketahui, maka dapat dihitung berat jenisnya.
Menentukan
berat jenis dengan piknometer :
Berat jenis zat
cair = berat zat cair dalam piknometer
Volum zat cair
dalam piknometer
Berat zat cair
dalam piknometer = (berat piknometer + berat zat cair) – berat
piknometer
kosong
Volum zat cair
dalam piknometer = volum piknometer
Volum
piknometer harus ditentukan lebih dahulu dengan menggunakan zat cair lain yang
telah diketahui berat jenisnya.
- Penetuan berat jenis zat padat
yang mempunyai bentuk tidak beraturan dengan piknometer.
Volum zat padat
yang mempunyai bentuk tidak beraturan dapat ditentukan secara tidak langsung
dengan menggunakan zat cair yang telah diketahui berat jenisnya.
Volum zat cair
= berat zat cair dalam piknometer
Berat jenis zat
cair
Volum zat padat
= volum piknometer-volum zat cair
Berat jenis zat
padat dengan bentuk yang tidak beraturan :
= berat zat
padat dalam piknometer
Volum
piknometer-volum zat cair
Berat jenis
dapat dinyatakan dengan simbol r atau d.
Berat jenis
relative (berat jenis spesifik) adalah perbandingan antar berat jenis zat pada
temperatur terhadap berat jenis air pada temperatur pula.
Contoh
: d30etanol = 0,78238
etanol adalah perbandingan antara
berat jenis etanol pada temperatur 30oC
Terhadap berat
jenis air pada temperatur 20oC.
Berat jenis
relatif tidak mempunyai satuan. Berat jenis relatif adalah sama dengan berat
jenis absolut bila sebagai pembandingnya adalah air pada temperatur 4oC.
II. Pengolahan data
1.
Menentukan berat jenis zat cair dengan aerometer
Ÿ
Berat jenis aquades
= 1,000 gram/mL
Ÿ
Berat jenis etanol
= 0,800
gram/mL
- Menentukan berat jenis dengan
gelas ukur
Ÿ
gelas ukur 100 mL
gelas ukur
kosong 100
mL
= 128,881 gram
gelas ukur 100
mL + aquades 50 mL = 177,985 gram
Berat jenis
aquades :
= (berat
gelas ukur + aquades) – berat gelas ukur kosong
Volume aquades
= 177,985
gram – 128,881 gram
50 mL
= 0,982 gram/mL
Ÿ
gelas ukur 250 mL
gelas ukur
kosong 250
mL
= 198,134 gram
gelas ukur 250
mL + aquades 50 mL = 244,311 gram
berat jenis
aquades :
= (berat
gelas ukur + aquades) – berat gelas ukur kosong
Volume aquades
= 244,311
gram – 198,134 gram
50 mL
= 0,923 gram/mL
- Menentukan berat jenis dengan
beaker gelas
Ÿ
Beaker gelas 100 mL
Berat beaker
gelas kosong 100 mL
= 53,893 gram
Berat beaker
gelas + aquades 50 mL = 100,550
gram
Berat jenis
aquades :
= (berat
beaker gelas + aquades) – berat beaker gelas kosong
Volume aquades
= 100,550
gram – 53,893 gram
50 mL
=
0,933 gram/mL
Ÿ
Beaker gelas 250 mL
Berat beaker
gelas kosong 250 mL
= 125,743 gram
Berat beaker
gelas + aquades 50 mL = 173,937
gram
Berat jenis
aquades :
= (berat
beaker gelas + aquades) – berat beaker gelas kosong
Volume aquades
= 173,937
gram – 125,743 gram
50 mL
= 0,964
gram/mL
4.
Menentukan berat jenis dengan gelas kimia
Ÿ
Gelas kimia 100 mL
Berat gelas
kimia kosong 100 mL = 53,897 gram
Berat gelas
kimia + aquades 50
ml = 100,400
gram
Berat jenis
aquades :
= (berat
gelas kimia + aquades) – berat gelas kimia kosong
Volume aquades
= 100,400
gram – 53,897 gram
50 mL
= 0,930 gram/mL
Ÿ
Gelas kimia 250 mL
Berat gelas
kimia kosong 250 mL = 125,739 gram
Berat gelas
kimia + aquades 50 mL
= 173,933 gram
Berat jenis
aquades :
= (berat
gelas kimia + aquades) – berat gelas kimia kosong
Volume aquades
= 173,933
gram - 125,739 gram
50 mL
= 0,964 gram/mL
- Menentukan berat jenis dengan
piknometer
a.
menentukan berat jenis aquades
Ÿ
Berat piknometer kosong
= 23,907 gram
Ÿ
Berat piknometer +
aquades
= 75,199 gram
Ÿ
Berat
aquades
= 51,292 gram
Ÿ Berat
jenis aquades :
= (Berat
piknometer + aquades) – Berat piknometer kosong
Volume akuades
=
75,199 gram - 23,907 gram
50 mL
= 1,026 gram/mL
- menentukan berat jenis etanol
Ÿ
berat piknometer
kosong
= 23,907 gram
Ÿ
berat piknometer +
etanol
= 65,474 gram
Ÿ
berat etanol
= 41,567 gram
Ÿ
berat jenis etanol :
= (berat
piknometer + etanol) – berat piknometer kosong
volume
piknometer
= 65,474
gram – 23,907 gram
50 mL
= 0,831
gram/mL
- Menentukan volume piknometer
Ÿ
Berat piknometer kosong
=
23,907 gram
Ÿ
Berat piknometer + aquades =
75,199 gram
Ÿ
Berat
aquades
= 51,292 gram
Ÿ
suhu/temperatur saat praktikum = 27oC
Ÿ
berat jenis air pada suhu 27oC =
0,99651
Ÿ
Volume piknometer :
=
berat air dalam piknometer
Berat jenis air
pada suhu 27oC
=
51,292 gram
0,99651 gram/mL
= 51,472
mL
- Menentukan berat jenis padatan
dengan piknometer
Ÿ
Berat piknometer
kosong
=
23,907 gram
Ÿ
Berat piknometer +
pasir
=
75,387 gram
Ÿ
Berat piknometer + pasir +
aquades = 106,109 gram
Ÿ Berat
pasir
= (berat
piknometer + pasir) – berat piknometer
= 75,387 gram –
23,907 gram
= 51,48
gram
Ÿ Berat
aquades
= (berat
piknometer + pasir + aquades) – (berat piknometer + pasir)
= 106,109 gram
– 75,387 gram
=
30,722 gram
Ÿ Volume
aquades
= berat
aquades
berat jenis
aquades pada suhu 27oC
= 30,722
gram
0,996 gram/mL
= 30,845 mL
Ÿ Volume
pasir
=
berat
pasir
volume
piknometer – volume zat cair
= 51,48
gram
50 mL – 30,845
mL
=
19,154 mL
Ÿ Berat
jenis pasir
=
berat pasir
volume zat
padat
= 51,48
gram
19,154 mL
= 2,687
gram/mL
III. Pembahasan
A.
Menentukan berat jenis dengan aerometer
Digunakan dua
buah cairan yang akan diukur berat jenisnya dengan menggunakan aerometer. Kedua
cairan tersebut yaitu etanol dan aquades. Seperti yang telah diketahui
sebelumnya kedua cairan tersebut memiliki berat jenis yang kurang dari dan sama
dengan 1 gram/mL. Oleh karena itu pemilihan aerometer dengan skala yang tepat
sangat diperlukan, karena jika aerometer yang dipakai skalanya tidak sesuai,
pengukuran berat jenis tidak dapat dilakukan.
Pada percobaan,
awalnya digunakan aerometer skala 1,4-1,6 untuk mengukur aquades dan etanol.
Yang terjadi adalah ketika aerometer dicelupkan kedalam kedua cairan, aerometer
tenggelam. Namun hal yang berbeda terjadi ketika aerometer diganti dengan
aerometer yang skalanya lebih kecil yaitu skala berat jenis 0,7-1,0 gram/mL.
Dengan aerometer yang baru tersebut, berat jenis aquades dan etanol dapat
diukur dengan benar.
Lalu, mengapa
ketika aerometer skala 1,4-1,6 menjadi tenggelam ketika dicelupkan kedalam
aquades dan etanol? Hal ini tentunya disebabkan karena berat jenis aerometer
lebih besar dibandingkan dengan berat jenis aquades dan etanol. Aquades
memiliki berat jenis 1 gram/mL sementara etanol memiliki berat jenis 0,8 gram/mL.
Dengan demikian aerometer skala berat jenis 1,4-1,6 gram/mL tidak tepat bila
digunakan untuk mengukur berat jenis etanol dan aquades.
- Menentukan berat jenis dengan
menggunakan piknometer.
Berdasarkan
hasil percobaan dengan menggunakan piknometer, aquades memiliki berat jenis
1,026 gram/mL sementara etanol memiliki berat jenis 0,831 gram/mL. Berat jenis
yang didapat melebihi angka berat jenis aquades dan etanol yang sesungguhnya.
Sebenarnya, piknometer merupakan salah satu alat pengukur berat jenis yang cukup
teliti. Namun karena mungkin terdapat kesalahan saat proses percobaan
berlangsung, hasil yang didapat tidak sesuai dengan yang seharusnya. Masalah
mungkin terjadi saat proses penimbangan dilakukan. Walaupun timbangan analitik
sangat teliti dalam mengukur berat, namun bisa saja saat pengukuran kaca
dinding tidak tertutup rapat dan lemak dari tangan (saat memegang pikno)
menempel dan ikut tertimbang. Kemungkinan lainnnya yaitu piknometer tidak benar
benar kering saat penimbangan dilakukan. Tidak keringnya piknometer karena
masih terdapat air atau sisa zat lain didalamnya mengakibatkan terjadinya
ketidaktelitian saat penimbangan dilakukan.
- Menentukan dan membandingkan
ketelitian pengukuran berat jenis dengan menggunakan gelas kimia, gelas
ukur, dan beaker gelas.
Untuk
membandingkan alat mana yang memiliki ketelitian tertinggi dalam mengukur berat
jenis, dilakukan pengukuran berat jenis aquades dengan menggunakan berbagai
alat. Gelas kimia, gelas ukur, dan beaker gelas. Berat jenis aquades adalah 1
gram/mL.
Pengukuran
berat jenis aquades dilakukan dengan menggunakan gelas kimia ukuran 100 mL dan
250 mL. Dari hasil pengukuran dan perhitungan didapatkan bahwa berat jenis air
dari gelas kimia ukuran 100 mL adalah 0,932 gr/mL. Sementara dari gelas kimia
ukuran 250 mL didapat berat jenis air yaitu 0,963 gr/mL.
Berat jenis
aquades berdasarkan pengukuran dengan beaker gelas 100 mL adalah 0,933 gr/mL
sedangkan dengan beaker gelas ukuran 250 mL adalah 0,96 gr/mL. Pengukuran berat
jenis terakhir digunakan dengan menggunakan gelas ukur 100 dan 200 mL.
Didapatkan hasil berat jenis air 0,98 gr/mL dari gelas ukur 100 mL dan 0,92
gr/mL dari gelas ukur 250 mL.
Dari data data
di atas, dapat diketahui bahwa diantara gelas kimia, gelas ukur, dan beaker
gelas pengukuran berat jenis yang terteliti adalah pengukuran berat jenis
secara tidak langsung dengan menggunakan gelas ukur karena hasil yang didapat
paling mendekati 1 gr/mL.
Mengapa gelas
ukur ketelitiannya lebih tinggi dibanding gelas kimia ataupun beaker gelas?
Seperti yang telah kita ketahui, pada dasarnya gelas ukur digunakan untuk
menentukan atau mengukur volume suatu cairan. Karena penentuan berat jenis kali
ini dilakukan dengan mengukur volume aquades lalu menimbangnya, maka faktor
ketepatan volume menjadi hal yang utama. Oleh karena itu, hasil perhitungan
berat jenis dengan menggunakan gelas ukur akan lebih teliti dibandingkan dengan
pengukuran berat jenis dengan menggunakan beaker gelas ataupun gelas kimia
karena kedua alat tersebut tidak biasa digunakan untuk mengukur volume sehingga
tingkat ketelitiannya pun rendah.
D.
Membandingkan ketelitian pengukuran berat jenis dengan aerometer, piknometer,
gelas ukur, gelas kimia, dan beaker gelas.
Diantara kelima
alat yang digunakan untuk mengukur berat jenis, aerometer adalah alat dengan
tingkat ketelitian pengukuran berat jenis tertinggi. Hal tersebut dikarenakan
hasil pengukuran berat jenis dengan alat ini hasilnya tepat. Etanol 0,800
gram/mL dan air 1 gram/mL. Sementara pengukuran berat jenis dengan alat
lainnya, hasil pengukuran berat jenis untuk aquades hanya berkisar di angka 0,9
gram/mL.
- Menentukan berat jenis padatan
dengan piknometer
Berdasarkan
hasil percobaan dan serangkaian proses perhitungan, didapatkan bahwa pasir
memiliki massa jenis 2,687 gram/mL.
IV. Kesimpulan
- Berat jenis aquades adalah
1,000 gram/mL. Sementara etanol memiliki berat jenis 0,800 gram/mL.
- Berat jenis pasir adalah 2,687
gram/mL
- Aerometer memiliki tingkat
ketelitian tertinggi dalam pengukuran berat jenis
V.Saran
Daftar pustaka
http://www.htysite.com/bio%20etanol%2001.htm
http://id.wikipedia.org/wiki/Bahan_bakar_etanol
http://majarimagazine.com/2009/02/bioetanol-generasi-kedua/
http://petunjukbudidaya.blogspot.com/2013/06/bahan-bakar.html
http://nationalgeographic.co.id/berita/2011/08/lipi-dan-koica-rintis-bioetanol-generasi-kedua
http://tonimpa.wordpress.com/2013/04/20/makalah-pembuatan-bioethanol-dari-singkong/
http://beranda.miti.or.id/potensi-bioetanol-di-indonesia/
http://www.halojepang.com/kerjasamakebijakan/7212-nedo